I received very good news last Tuesday when Bebe, one of my best
friends in Bali, told me that The
Immortals of Meluha (Book One of the Shiva Trilogy) has been translated to
Indonesian by Mizan. Better, the book has been read by her friends who in return became big
fans of the Trilogy, or at least its first book. Intrigued, I searched for the
book at the local Gramedia at Kuta last Wednesday and was happy to find that it
was prominently displayed there. I usually avoid reading the translation
because we tend to miss the nuance in the translation, not to mention cases of
really bad translations that left me with no choice but sourcing the English
versions online.
I’m glad to report that this is not the case with The Immortals of Meluha. I dare say
translator Nur Aini was doing a very good job at this, such that I recommended
the book back to Bebe (who had only seen it without purchasing/reading it). I
also went to the Denpasar Gramedia today just buy two extra copies. Turns out, they have only four
copies left, and I couldn’t find them in the store. The store assistant said
that this book is a bestseller, so it runs out quickly. Well, there you go.
So anyway, I thought I’d better give a review of the
Indonesian translation of Meluha. Because I’d like my fellow Indonesians who
don’t usually read English find this post, from here on I will switch to
Indonesian language. But just to give my impression of the book in an English
nutshell, I think Mizan (the publisher/translator/distributor) did a good job
at translation and re-designing the cover (tho I still think the original cover
is very powerful). I’m surprised that we didn’t detect this version earlier
tho, for it was first published in April this year. Better late than never, I
guess.
Immortals of Meluha:
impresi saya
Jadi ceritanya, selama hampir 1.5 tahun saya dan Bebe telah
jatuh cinta dengan Shiva Trilogy. Bermula dari bulan Juli 2012 saat saya
menemukan buku tersebut online dalam bahasa Inggris, saat sedang keluyuran di
dunia maya mencari komik apa saja tentang Shiva. Sebenarnya yang saya pertama
temukan adalah YouTube-nya, yang saya muat di sini. Sejak saat itu, saya dan
Bebe membaca ketiga buku dalam rentang hampir setahun (paling susah menunggu
keluarnya The Oath of the Vayuputra, buku
ketiga). Susah juga carinya, karena Amish, walo jagoan marketing, ternyata
karena satu dan lain hal tidak menjual bukunya secara luas di luar negeri.
Jadinya saya harus mengontak teman saya di India untuk membelikan buku-buku
tersebut untuk kami. Untungnya harga buku di India murah banget, jadi kami bisa
beli beberapa sekaligus (ada teman kami yang lain yang juga suka).
Tapi karena didatangkan dari India, maka saya dan Bebe adalah salah dua dari sekian sedikit orang di Indonesia yang tahu tentang keberadaan buku ini. Oke, minus teman-teman keturunan India di sini, dan sepertinya Mizan, karena sepertinya editor Mizan juga sudah baca buku ini kalo tidak awal 2012 ya akhir 2011. Jadinya kami hanya bisa berdua bergosip tentang Shiva Trilogy. Untungnya saya suka nulis blog, jadi saya juga bisa curhat di blog ini, plus di Facebook-nya Amish Tripathi. Klik tautan-tautan berikut untuk membaca review saya dalam bahasa Inggris tentang ketiga buku Shiva Trilogy: Meluha, Naga, Vayuputra. Heavy spoilers ahead, jadi kalau tidak mau tahu apa yang terjadi di Buku Dua dan Tiga, jangan baca ya!
Karena ketiga buku tersebut sudah saya review, maka saya
akan berusaha untuk tidak mengulang review saya tentang Meluha. Tapi saya akan
sedikit memberikan beberapa info, terutama bagi teman-teman yang kurang atau
memang tidak mendalami hikayat-hikayat dari India Kuno dan sekitarnya.
The Shiva Trilogy ditulis oleh Amish Tripathi, seorang
penulis yang dulunya banker. Trilogi ini adalah karya pertama dia; Meluha
adalah asli novel pertama dia. Amish suka meramu kejadian-kejadian sejarah dan
mitologi dan memasukkan unsur interpretasi modern ke dalam Trilogi ini. Malah
terkadang terlalu modern, menurut saya. Tapi mungkin itu salah satu hal yang
menyebabkan novel ini laris manis di India: karena dapat menarik para pembaca
muda yang biasanya tidak mau membaca novel genre ini.
Peta Negeri Meluha, Swadeep, dan sekitarnya (dari situs Amish) |
Meluha
(atau Meluhha, atau Melukha) adalah nama kuno yang digunakan untuk menyebut Peradaban
Lembah Sungai Indus sekitar 4.000 tahun yang lalu, saat peradaban Mesopotamia,
Asiria dan Sumeria sedang jaya-jayanya. Kisah Shiva di trilogi ini dimulai
sekitar tahun 1.900 SM pada saat Peradaban Lembah Indus hampir berakhir.
Menurut penelitian, berakhirnya peradaban ini terjadi karena mengeringnya
Sungai Saraswati yang mengalir dari Himalaya ke Laut Arab. Saat Shiva memulai
petualangannya di Negeri Meluha, sebenarnya Sungai Saraswati sudah mulai
mengering.
Dalam budaya Veda, Shiva adalah salah satu dari Trimurti
(selain Brahma dan Wisnu). Sebagai seorang Shiva-bhakta, saya sering merasa
representasi Shiva di buku-buku pelajaran umum sering kurang pas. Shiva sering
disebut sebagai Sang Perusak, as if kerjanya adalah merusak. Padahal kalo lihat
representasi Shiva di India, Shiva sering digambarkan sedang tersenyum damai
dan bermeditasi. Orang Bali menggunakan istilah yang lebih pas, yaitu Sang
Pemralina atau Pelebur. The Recycler. Dalam Shiva Trilogy, Shiva disebut
sebagai The Destroyer of Evil. Sang Pembasmi Kejahatan. Menurut saya,
representasi ini lebih pas dibanding hanya sebagai ‘Sang Perusak’. Shiva juga
sering disebut sebagai Nataraj, THE Dancer. Sang Penari Utama. Dalam Meluha, Shiva
sering digambarkan sedang menari, kalau tidak untuk memukau Sati, ya untuk
melepas stress.
Patung Durga di Prambanan |
Dalam Meluha, Sati adalah pasangan Shiva. Dalam Purana (hikayat kuno yang berbau sejarah), Sati adalah
pasangan pertama Shiva. Dikisahkan dalam Purana, Sati meninggal membakar diri karena ayahnya (Raja
Daksha) mempermalukan Shiva di depan umum. Latar belakangnya panjang, tapi yang
jelas Shiva jadi patah hati luar biasa. Setelah menghancurkan kerajaan Daksha,
dia mengasingkan diri lama sekali hingga Sati lahir kembali menjadi Parvati.
Parvati kemudian berhasil membangunkan Shiva dari pengasingan dan meditasinya.
Setelah melalui beberapa bab cerita, akhirnya Shiva dan Parvati menikah. Di dalam Purana, tidak diceritakan bahwa Sati adalah seorang pendekar wanita.
Yang jadi pendekar wanita adalah Durga, the improved version of
Parvati. Di Indonesia, kita kenal versi Durga ini sebagai Durga Mahsasura-mardini,
seorang dewi yang sering terlihat dalam pose sedang menginjak seorang iblis
berbentuk kerbau. Namun di Shiva Trilogy, Sati digambarkan sebagai seorang
pendekar wanita yang sangat ahli bermain pedang dan ilmu perang. Saya suka
penggambaran Sati seperti ini.
Shiva dan Parvati (reinkarnasi Sati di Purana) |
Saya suka sekali dengan penggambaran cinta antara Shiva dan
Sati di trilogy ini. Sejak tahun 2003-an saya tergila-gila dengan kisah cinta
Shiva-Parvati dan juga Shiva-Sati. Amish menggali kisah cinta itu dengan baik
dan mengembangkannya sesuai selera modern tanpa kehilangan setting 1.900 SM.
Amish juga memasukkan beberapa tokoh yang memang sering
muncul di hikayat-hikayat Shiva serta Hindustan pada umumnya. Saya tidak mau
cerita di sini, nanti terlalu banyak spoilers.
Impresi tentang
terjemahan
Okay. Berikut ini adalah pendapat saya tentang terjemahan Meluha
dari Mizan. Penterjemahnya adalah Nur Aini, penyuntingnya Agus Hadiyono dan
proofreader Yunni Yuliana. They did a great job at translating this great book,
methink.
Yang perlu dibetulkan dulu ya: we need the MAP (lihat peta di atas). Dalam bagian
dalam front cover buku asli, ada peta Meluha, Swadeep dan negeri-negeri
sekitar. Tidak adanya peta ini membuat pembaca jadi bingung, ini negara di
bagian mana, sungai ini di bagian mana, dll. Peta ini SANGAT PENTING SEKALI dan
sebaiknya dimasukkan ke dalam terjemahan Buku Dua (Naga) dan Tiga (Vayuputra).
Covernya bagus, desain oleh BLUEgarden. Saya tadinya rada
kecewa karena iconic cover dari versi asli tidak dipakai oleh Mizan. Kata
pegawai Gramedia sih tadinya covernya pakai yang asli, tapi kemudian diganti
yang baru dengan hanya menunjukkan Trisula yang seperti sedang terbang, dengan
beberapa aksara kuno yang dibuat dengan efek Star Trek. Tapi lama-lama (well, dari
kemarin pagi sih), jadi suka juga dengan versi baru ini.
Untuk terjemahan, seperti saya katakan di awal, Nur Aini
membuat terjemahan yang bagus sekali untuk buku ini. Secara keseluruhan, buku
ini tetap enak dan menarik untuk dibaca dalam bahasa Indonesia. Saya senang
karena ‘Shiva’ tidak dibahasa-indonesiakan menjadi ‘Siwa’, karena asli akan
mengurangi rasanya. Memang klan Vasudeva ditulis sebagai ‘Basudewa’, dan Vayuputra
ditulis sebagai ‘Bayuputra’, tapi gapapalah. Yang penting Shiva dan Veerbhadra
tidak diindonesiakan jadi Siwa dan Wirabhadra...
Tapi karena saya punya versi bahasa Inggrisnya, saya jadi
paham ada beberapa terjemahan yang kurang pas. Ada beberapa kata yang menurut
saya sebaiknya diganti, misalnya kata ‘angkuh’ untuk ‘proud’. Seperti ini:
“[Ayurvati] collapsed with her back against the wall, never
once taking her eyes off Shiva. Tears broke through her proud eyes.” (p. 23
English version)
Diterjemahkan menjadi:
"[Ayurvati] roboh dengan punggung bersandar ke dinding.
Matanya terus memandang Shiva. Air mata merebak di matanya yang angkuh.” (hal.
48 versi Indonesia)
Ayurvati adalah salah satu dokter terbaik di Meluha (Nur
Aini menterjemahkan ‘doctor’ menjadi ‘tabib’, dan saya suka, karena
kedengarannya rada antik). Karena kepandaian dan pengalamannya, Ayurvati
memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi. Dia juga bangga dengan apa yang
sudah dia capai selama ini. Bangga, pride.
Proud. Tapi bukan angkuh atau sombong. Bukan arrogance. Menurut saya, proud
di sini sebaiknya diartikan sebagai ‘bangga’ atau 'percaya diri'. Semacam ‘air mata merebak di
matanya yang biasanya memancarkan kebanggaan [atau 'rasa percaya diri’]'.
Lord Shiva meminum halahala (racun yang sangat mematikan) |
Kemudian ada satu kata yang sepertinya memang sengaja tidak
diterjemahkan. Kata tersebut adalah marijuana. Ganja. Hal. 52-53:
“Shiva duduk di taman kerajaan di tepi Danau Dal. Sementara
itu, Bhadra duduk di sampingnya sambil mengisi pipa dengan
hati-hati./.../Bhadra diam. Shiva mengulurkan tangan dan mengambil pipa dari
tangan Bhadra. Dia mengisap dalam-dalam.”
Sebenarnya, aslinya adalah (p. 27):
“Shiva was sitting in the royal gardens on the banks of the
Dal Lake while his friend sat by his side, carefully filling some marijuana
into a chillum./.../Bhadra stayed silent. Stretching his hand, Shiva grabbed the
chillum from Bhadra. He took one deep puff, letting the marijuana spread its
munificence into his body.”
Saya bisa mengerti kenapa kata marijuana itu dihilangkan; bisa mumet nanti Mizan menjawab
pertanyaan-pertanyaan aneh. Tapi memang di Purana diceritakan bahwa Shiva
menghisap bhang, atau marijuana
lokal. Purana merupakan kumpulan hikayat-hikayat lama yang selalu diceritakan
ulang, dan agak sulit untuk dilihat hanya sakleg verbatim. Bhang merupakan
marijuana lokal Hindustan yang juga memiliki fungsi pengobatan. Menurut saya, Shiva
menghisap bhang karena untuk unsur pengobatan karena Shiva pernah menghisap
racun paling mematikan yang disebut Halahala (gara-gara para Dewa dan Asura rebutan Amrita, atau
ramuan sakti mandraguna yang ada di dalam lautan) dalam hikayat Samudera Manthan. Jadi tidak benar jika para pengikut Shiva
lantas menggunakan alasan bahwa Shiva-ji menghisap bhang, jadinya mereka boleh
menghisap bhang juga. Hisap dulu racun dunia kali, baru boleh coba-coba hisap
bhang!
Tapi dalam Trilogy Amish menggunakan alasan lain untuk
menjelaskan mengapa Shiva menghisap bhang. Bhang dapat membuat orang yang
menghisapnya kehilangan memori. Shiva diperingatkan oleh Begawan Brahaspati
bahwa menghisap marijuana itu tidak baik karena antara lain bisa membuat orang
lupa. Tapi Shiva sesungguhnya melakukannya justru karena takut tidak bisa lupa.
Tidak bisa melupakan sebuah kejadian buruk di masa lalunya.
Minas Tirith dalam Lord of the Rings |
Kota-kota di Meluha dibangun di atas sebuah platform untuk menghindari banjir
musiman sungai-sungai besar di Meluha (Indus, Jhelum, Chenab, Ravi, Bea, Sutlej
dan Yamuna – dua terakhir bersatu menjadi Saraswati). Nur Aini menterjemahkan
platform sebagai ‘dataran raksasa yang ditinggikan’ (hal. 100-101), yang agak membuat
bingung pembaca. Menurut saya, terjemahan Nur Aini bisa digunakan. Hanya saja,
sebaiknya dijelaskan dulu bahwa maksudnya itu platform. Platform ini bisa
dibayangkan seperti kota Minas Tirith di hikayat Lord of the Rings-nya Tolkien.
Omong-omong, ibukota Meluha (Devagiri) dibangun sebagai platform dengan tiga
tingkat (emas, perak dan perunggu). Dalam Buku Tiga, ketiga sub-platform ini
akan bertaut lagi dengan satu legenda tentang Shiva (tapi itu nanti, supaya
tidak bocor...).
Cravat |
Hanya satu lagi nitpick saya untuk terjemahan Nur Aini
(sebenarnya menurut saya, saya mungkin tidak bisa menterjemahkan Shiva Trilogy
sebaik dia. She really did a great job at this!). Yaitu tentang cravat. Karena saya penggemar British
period drama, jadi saya tahu banget apa itu cravat. Cravat adalah semacam dasi
kupu-kupu tempo dulu yang digunakan oleh para pria di daerah leher kemeja
mereka. Cravat biasanya terbuat dari kain putih atau warna netral, agak panjang
dan diikat sedemikian rupa sehingga mirip dasi kupu-kupu jaman sekarang.
Menurut saya, cravat sebaiknya diterjemahkan saja menjadi ‘syal pendek’ yang
cukup panjang untuk menggubet atau menutupi leher Shiva yang biru itu.
Kesimpulannya
Selain dari nitpick-nitpick di atas, saya merasa puas dengan
terjemahan Mizan untuk The Immortals of Meluha. Saya juga senang karena
judulnya tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kadang justru itu
membuat rasa jadi berkurang, jika tidak tiada. Tidak apa sih jika ada second
title dalam bahasa Indonesia. Tapi kalo dijadikan judul resmi, rada kurang pas.
Lagian apa ya, judulnya? Masak ‘Manusia Meluha yang Abadi’? Pasti harus cari
judul lain yang juga meninggalkan impresi yang cetar membahana seperti judul
aslinya.
Sebagai penutup, saya mengucapkan terima kasih dan salut
kepada Mizan untuk terjemahan ini. Meluha merupakan novel yang sulit untuk
diterjemahkan, bukan karena bahasanya (Inggrisnya Amish enak dipahami dan cukup
mudah diterjemahkan), namun karena konsep-konsep Vedic yang rada sulit untuk
diterjemahkan langsung. Plus, Shiva di dalam The Shiva Trilogy adalah Shiva
yang (meminjam vernacular teman saya Bebe) ‘suka misuh-misuh dan ngeganja’.
Tadinya saya dan Bebe sudah pasrah, pasti ini novel tidak bakal diterjemahkan
ke bahasa Indonesia. Tapi ternyata malah sudah diterjemahkan, dan (at least di
Bali) jadi buku laris. Syukurlah. Paling tidak, saya bisa kasih kado ke
teman-teman saya yang suka baca cerita legenda atau hikayat kuno tapi kurang
fasih berbahasa Inggris (atau yang bisa Inggris tapi malas untuk selalu buka
kamus).
Thanks, Mizan! Buku yang kedua cepat diterjemahkan yaaa...
19 comments:
Whooaa...thanks for the review! Jadi pengen lebih cepet nyelsein pindahan dan baca versi terjemahannya. Sumpah gue penasaran bagaimana 'pisuhan'nya Shiva diterjemahkan...hahahaha...misuh-misuhnya ini yang bikin aku makin cinta... Sangat manusiawi, ekspresif dan PD tampil sebagai dirinya (ya iyalaaahh Shiva geto lowh!)
Yaaak...big boss Aslan sudah bangun...to be continued...
Thanks a lot Bunda Bebe! Silakan cepat pindahan dan baca versi terjemahannya yaaa! Ntar kita book club ma temen2 yang lain sambil dinner, hehehe...
Beli dimna yah? Info dong....
bener2 lagi pingin baca buku ini......
plis infonya....
Beli dimna yah? Info dong....
bener2 lagi pingin baca buku ini......
plis infonya....
Mbak Sorrow Wiwiek, maaf telat banget balas. Di Gramedia masih ada kali ya? Yang bhs Inggris 1-2-3 udah ada di Amazon.com sih. Tapi yg Indo baru sampe #1 kali ya?
Maaf ya telat...
mbakk,, saya sudah baca the immortals of meluha yg terjemahan sudah sekitar satu tahun yg lalu, buru-buru saya beli setelah mendapat cerita singkat dari dosen saya.. jujur saya pecinta shiva juga, saya suka setiap lagu yang ada shiva'nyaa.. hehehe..
mohon info yaa mbak, kalau seandainya nanti terjemahan dari the secret of the nagas'nya sudah keluar, harap kabari saya di email dwimelati_ayu@yahoo.com
terimakasiihh...
Hi Ayu, maaf saya baru balas komen Ayu... Iya ntar kalo ada terjemahannya, saya kasih tahu. Saya tinggal di Australia, jadi udah terakhir Desember lalu ke Gramedia nengokin, kayaknya belon ada. Barusan Google juga ga nemu yg bhs Indonesia
Apa Periplus ga jual yg bhs Inggris? Sekalian melatih bhs Inggris kali?
Take care,
Icha
Sama seperti Ayu, saya juga sudah baca buku #1 kira-kira 2 tahun lalu. Penasaran pengen baca buku#2 (The Secret of The Nagas) tapi sampai kemarin belum ada di Gramedia.
Halo Anon, sayang sekali ya, belon ada lanjutannya lagi. Saya kalo ke Gramedia juga sering mencari lagi Buku Dua, tapi belon ada... (apa saya saja yang nerjemahin ya, hehehe, tapi perlu penerbit...).
Mending kalo gitu beli yg versi Inggris saja deh, bagus kok ceritanya. Lumayan gampang utk dimengerti...Amazon udah jual deh kayaknya.
Halo mbak Icha, saya cuma mau mengabarkan bahwa buku ini telah diterjemahkan ulang dan diterbitkan oleh Penerbit Javanica dengan judul Siwa : Kesatria Wangsa Surya. Dari review teman2 yg sudah baca sih, terjemahannya jadi lebih terasa Indonesia, seperti terlihat dari judulnya, di mana namanya menjadi dilokalkan(?).
Buku ini kabarnya akan beredar di toko buku akhir Oktober 2016 ini.
Dan kabarnya buku keduanya sedang dalam proses pengerjaan.
Salam.
Selamat sore Mas Gentur... Wah, your comment made my day... terima kasih banyak ya atas infonya!
Nanti waktu saya ke Indonesia (saya bolak balik Indonesia - Australia), saya akan search di toko buku utk yang revisi Buku Satu. Semoga waktu saya ke Indo, yang buku Dua sudah diterbitkan juga. Supaya bisa saya review di sini.
Terima kasih sekali lagi...
Bukunya sudah masuk Rak Diskon. sekrang hanya 15 ribu rupiah, Memang ini buku bagus dan ispriratif
Wah, murah banget! Semoga penerbitnya ga rugi, hehehe...
Tapi terima kasih banyak atas infonya ya Mas/Mbak...
Take care...
Selamat sore lagi mbak Icha,
Kemarin saya baca status FB salah satu teman di friendlist saya yang ikut membantu Penerbit Javanica menerjemahkan trilogi ini, katanya buku kedua akan terbit Januari 2017. Dan buku ketiga akan segera diterjemahkan juga.
Salam :)
Halo mas Gentur!
Thanks yaaa atas infonya! Iya, saya juga barusan dapet info dari Javanica. Udah mau preorder, tapi ternyata belon bisa, hehehe.
Tapi saya sudah pesan buku ini yg nomor 1, dan semoga minggu depan sudah tiba jadi bisa saya baca...! Asyik buat isi waktu libur!
Pengen banget baca lanjutannya kemarin dapet buku meluha nya dari big bad wolf ternyata ceritanya keren banget.
Semoga buku 2 dan 3 nya segera terbit dalam bahasa tentunya hehehe
Baca meluha ternyata seru banget ceritanya bukunya saya dapet dapet dari BBW tahun 2017 penasaran sama lanjutannya semoga buku 2 dan 3 nya segera terbit dalam bahasa indonesia 😊
Selamat pagi Mas Novi,
Buku Dua (Rahasia Kaum Naga) sudah diterbitkan oleh Javanica, dan saya sudah baca. Bagus kok terjemahannya, jadi bisa langsung beli ke website mereka. Buku 1 juga sudah diterjemahkan ulang oleh Javanica (diterjemahkan sebagai "Ksatria Wangsa Surya").
https://kaurama.co.id/buku/siwa-rahasia-kaum-naga/
Saya belum sempat nulis review Buku Dua yg terjemahan, tapi yg bhs Inggris sudah saya review di blog ini. Tapi mending tidak baca dulu supaya tidak ada spoilers...
https://becomingicha.blogspot.com.au/2012/10/the-secret-of-nagas.html
Oh ya, Buku Tiga sudah terbit juga! Keren deh!
https://kaurama.co.id/buku/siwa-sumpah-bayuputra-trilogi-siwa-3/
Post a Comment